Saya mengenal FC Barcelona sejak kelas 5 sd, sekitar tahun 2010. Hal tersebut bukan tanpa alasan. Sekedar tahu bahwa FC Barcelona sebagai klub sepak bola, sebetulnya memang sudah cukup lama hadir di hidup saya, yaitu hanya lewat poster atau gambar sampul buku tulis yang banyak digunakan sewaktu SD dulu.
Sebagai fans club pemula saya baru hanya melihat gaya permainan FC Barcelona pada akhir tahun 2009, di masa Pep Guardiola dengan gaya tiki-takanya. Belakangan saya tahu kalau sebetulnya gaya tiki-taka ini telah lama dimulai oleh Johan Cruyff semasa menjadi Manajer Barcelona pada tahun 1988 hingga 1996. Akan tetapi, kesuksesan tiki-taka di masa Pep Guardiola terbilang lebih sukses. Bayangkan saja hanya dalam waktu 4 tahun, Kakanda Pep sudah memberikan 14 trofi kemenangan. Warbyasah, bukan?
Gaya tiki-taka inilah yang menjadi poin pertama, mengapa saya begitu mengagumi FC Barcelona. Tiki-taka memiliki esensi yang cukup dalam bagi saya. Tiki-taka merupakan gaya permainan yang menguasai bola secara merata, dimana posisi pertahanan dan penyerang memiliki porsi yang sama. Sehingga, tak ada lagi transisi dari saat menyerang ataupun sebaliknya. Tentu saja pembagian tugas yang merata tanpa menonjolkan satu posisi atau dalam bahasa kerennya “anti-individualis” merupakan permainan yang sangat “Sosialis” menurut saya.
Meskipun sekarang ini, gaya tiki-taka sudah mulai ditinggalkan pasca kepergian Kakanda Pep dari Barcelona, saya tetap melihat gaya itu melekat dalam diri para pemain senior Barcelona seperti Gerard Pique, Lionel Messi, Andreas Iniesta, Sergio Busquets, dan Javier Macherano, meski dengan manajer baru.
Selain gaya permainan yang menjunjung tinggi keadilan dalam lapangan, FC Barcelona juga salah satu klub sepak bola yang memiliki institusi pendidikan sepak bola terkenal di dunia. Sekolah itu bernama La Masia. Sekolah yang juga dibesarkan Johan Cruyff ini, telah mencetak banyak pemain bintang yang kini tampil gemilang di klubnya masing-masing. Bahkan di tahun 2010, tiga kandidat peraih Ballon d’Or semuanya merupakan lulusan La Masia, mereka adalah Andres Iniesta, Lionel Messi, dan Xavi Hernandez. Ini adalah bentuk kaderisasi komplit yang dimiliki Barcelona.
Sebuah penegasan bahwa memiliki alat produksi sendiri adalah bagian dari kesempurnaan sebuah organisasi sekaligus sebagai bentuk penolakan terhadap produk asing. Ah ngomong apa sih… tapi saya serius untuk hal ini. Iya, serius. Kita harus belajar mencintai produk sendiri meskipun dengan kualitas abal-abal. Untuk urusan boikot produk Amerika, kali ini saya bersepakat dengan tindakan FPI yang membuat medsos sendiri untuk menyaingi facebook yang berkelas cetek itu. Meskipun medsos yang dibuatnya sendiri masih tetap dibuka melalui sistem operator IOS. Xixixi.
Oke, kembali ke topik sebelumnya, kenapa harus FC Barcelona, kenapa bukan Real Madrid, As Roma, Mancester United atau Persib Bandung.
Sampai saya begitu tambah cinta kepada FC Barcelona, karena sikap mereka yang bukan melulu soal urusan sepak bola saja, melainkan urusan sikap politik yang mereka bawa-bawa sampai ke dalam lapangan hijau. Berikut ini saya coba mengulas secara khusus tentang sikap politik Barcelona sebagai ibukota dari wilayah otonom Spanyol yaitu Catalonia atau Catalan yang menginginkan kemerdekaan dari Spanyol.
Seperti diketahui, proyek memerdekakan diri dari Spanyol telah dirintis berabad-abad oleh rakyat Catalan, tentu saja dengan alasan yang kuat. Pertama, adalah bahwa Catalan sebetulnya merupakan wilayah rampasan perang yang dianeksasi secara paksa oleh Raja Philip V pada tahun 1714 yaitu pada masa pendirian Spanyol Modern.
Selain itu, Catalan juga merupakan wilayah terkaya di Spanyol. Sebagai region industri, wilayah itu menampung banyak industri logam, makanan, farmasi, dan kimia untuk memasok kebutuhan di Spanyol. Tak hanya itu, Catalan juga memiliki sektor pariwisata yang populer di Barcelona. Kira-kira, ini mirip-mirip dengan tambang emas di Freeport dan Raja Ampat di Indonesia lah gaiss…iya, Freeport dan Raja Ampat yang di Papua itu loh kan. Oke lanjut dulu.
Sikap nasionalisme masyarakat Catalan yang pro-kemerdekaan sangat mereka junjung tinggi, bahkan dalam sebuah artikel yang ditulis di Majalah Times menjelaskan bahwa banyak warga Catalan yang tumbuh dewasa mempercayai bahwa diri mereka bukanlah ‘orang Spanyol’.
Nasionalisme Catalan memuncak saat pemimpin diktator Generalisimo Francisco Franco menjadi penguasa Spanyol pada 1939. Franco secara sistematis menekan tumbuhnya segala bentuk nasionalisme Catalonia. Pemerintah mencoba untuk membasmi semua budaya, individu, dan institusi yang mengasosiasikan diri dengan nasionalisme Catalan. Bahkan, tidak ada satupun keluarga Catalan yang tak luput dari persekusi hingga eksekusi sepanjang kekuasaan Franco. Kalo ini, mirip-mirip pembantaian Rohingya di Myanmar, atau kader dan simpatisan OPM di Papua, Indonesia.
Nah, dari tiga club di La Liga yang berasal dari wilayah Catalan, dua diantaranya yaitu Espanyol dan Girona, FC Barcelona merupakan club yang paling vokal mengkampanyekan sikap nasionalisme mereka terhadap kemerdekaan Catalan. Itu bisa dilihat dari atribut-atribut suporter begitupun pemain pada setiap pertandingan yang mereka lakoni terutama jika bermain di Camp Nou, stadion kebanggaan Catalan.
Beberapa hari lalu, dikutip dari Marca (salahsatu media terbesar di Spanyol), FC Barcelona kembali mengeluarkan pernyataan dukungannya terhadap kemerdekaan Catalan. “Barca, sesuai dengan sejarah komitmennya untuk melindungi negara, demokrasi, kebebasan berekspresi dan hak untuk memilih. Akan terus mendukung apa yang dipilih oleh mayoritas pendunduk Catalan”. Sehingga perhelatan El Clasico dalam kompetisi apapun sebetulnya bukan saja tentang pertarungan sepak bola semata, melainkan pertarungan gengsi antara wakil nasionalis Catalan melawan wakil ibukota Spanyol yaitu Real Madrid.
Tentu saja FC Barcelona mengajarkan kita, (eh maksudnya, mengajarkan saya) banyak hal tentang nasionalisme. Meski dalam lingkungan sepak bola sekalipun. Sebagai warga negara Indonesia yang mengakui secara konstitusi, "bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan," saya tentu saja mendukung kemerderdekaan atas alasan penjajahan dimanapun di muka bumi ini.
Ketidakmerataan dan ketidakadilan dari segi pembangunan dan ekonomi seperti yang terjadi di kampung saya beberapa tahun silam begitu juga dengan beberapa daerah lain di Indonesia, tentu saja bisa jadi alasan yang lumrah untuk menentukan nasib sendiri dengan kemerdekaan. Ini adalah menurut pemikiran atau subjektifitas saya. Ini bukanlah bentuk provokasi apalagi penghasutan supaya anda melakukan makar dan sejenisnya, tetapi lebih kepada bagaimana anda memerdekakan diri minimal sejak dalam pikiran!
Pada akhirnya FC Barcelona bukan sekadar klub sepak bola bagi saya. Lebih dari itu, FC Barcelona memberikan insipirasi untuk melakukan beberapa hal dalam hidup. Pertama, adalah Menjunjung tinggi keadilan dan anti individualisme. Kedua, melakukan kaderisasi sebagai perpanjangan nafas ideologi. Ketiga, melakukan produksi sendiri sebagai bentuk perlawanan terhadap produk asing. Dan terakhir sekaligus paling penting adalah bagaimana kita ikut serta mendukung penghapusan penjajahan diatas dunia ini atas dasar apapun. Kemerdekaan ialah hak setiap umat manusia.
Terakhir semoga FC Barcelona bisa menjadi Inpirasi untuk semua klub sepak bola tanah air terutama Sriwijaya FC yang sekarang terpuruk dan turun kasta ke Liga 2. Dan Semoga ulasan ini tidak menimbulkan tendensi pribadi dan dapat diterima dengan bijak meski anda bukan Cules sekalipun.
Visca Barca, Visca Catalonia. FC Barcelona "Mes Que Un Club".Dan saya mau nunjukkin nih anthem FC Barcelona dan aksi kreatif dari suporter FC Barcelona, klik video yang dibawah ya guys !! Sekian dan Terima Kasih
Tidak ada komentar :
Posting Komentar